A.
TEORI CONDITIOSINEQUA NON
Ada aliran yang
menyatakakan bahwa tak mungkin ditetapkan secara positif apa yang menjadi
musabah dari suatu akibat.yang mungkin ialah menentukan secara negatif yaitub
apakah akibat tersebut dapat dipikirkan tanpa adanya musabah atau hal tersebut
menjadi musabah dari akibat itu.
Teori dalam hukum
pidana diajukan oleh Van Buri dan dinamakan teori Conditio Sine Qua Non
(syarat-syarat tanpa mana tidak).musabah yaitu tiap-tiap syarat yang tidak
dapat dihilangkan utuk timbulnya akibat,dinamakan jg teori ekuivalensi.karna
menurut pendiriannya.tiap-tiap syarat adalah sama nilainya(equivalent).jg
dinamakan teori bedingungstheorie,krn tdk ada perbedaan antara
syarat(bedingung) dan mushab.orang yg menyalakan sumbu pelita sama dgn orang
yang mengisi pelitadgn minyak.
Teori ini dianut oleh Reichsgericht jerman yaitu sebelum
kalah dalam perang dunia ke2.dan Vo buri ketika itu ialah presiden mahkamah
tersebut,di belanda penganutnya antra lain van Hamel.
Pandangan van Hamel tdk mungkin dipakai,apabila menghadapi
delik-delik yg dikwalifisir oleh akibatnya,dimana utk memberi pemberatan pidana
tdk diperlukan adanya kesalahan terhadap terdakwa timbulnya akibat yang
memberatkan tadi.sesungguhnya sebagai jenis tersendiri tidak perlu diadakan dlm
wet,krn:
·
Adalah
kekeliruan mengadakan pemberatan pidana tanpa melihat kesalahan,dlm hkm pidana
modern justru sikap batin terdakwa itu yg penting.
·
Jika
toh kita masih akan mempertahankan adanya macam atau jenis delik tersebut
cukuplah apabila ancaman pidana bagi delik itu telah ditinggalkan sehingga
hakim dapat menjatuhkan pidana yg lebih berat dari pada delik biasa apabila ada
hal lain yg timbul dari padanya.
Dapat dikatakan bahwa apa yg dipandang sebagai mushab
oleh teori conditio sine qua non itu,utk peraktek ialah terlampau luas.karena
itu harus di adakan batasan dengan mengadakan perbedaan antara mana yg menjadi
musabah dan mana yg merupakan syarat belaka.
Dalam mencari batasan antara syarat dan musabah ini ada 2
pandangan yg berlainan yaitu:
·
Mereka
yg mengadakan batasan secara umum (megeneralisir)yaitu secara abstrak,jd tdk
terikat pd perkara yg tertentu saja,dan karena itu mengambil pendirian pd saat
sebelum timbulnya akibat(ante faktum).
·
Mereka
yg mengdakan batasan trsbut secara pandangan khusus (mengindividualisir),tdk
meninjau secara abstrak dan umum,tetapi secara kongkrit mengenai perkara yg
tertentu saja.
Golongan a) adalah golongan teori-teori yang menggeneralisir, Golongan b) adalah golongan teori-teori yang mengindividualisir.
B. MENURUT VOS ADANYA BEBERAPA ELEMEN
:
·
Elemen
perbuatan atau kelakuan orang(een doen of een nalaten)
·
Elemen
akibat dari perbuatan,yg terjadi dalam delict sekali.
·
Elemen sbyektif yaitu kesalahan,yg diwujudkan dengan kata-kata
sengaja(opzen)atau alpa(culpa).
·
Elemen
melawan hukum(wederrechtelijkheid)
·
Dan
sederetan elemen-elemen lain menurut rumusan undang-undang,dibedakan menjadi
segi obyektif misalnya dlm pasal 160 diperlukan elemen di muka umum (in het
openbaar)dan segi subyektifr misal pd pasal 340 diperlukan unsur direncana
lebih dahulu(voorbedachteraad).
C.
Demikian juga menurut HAZEWINKEL SURINGA didalam suatu
strafbaarfei tdimungkinkan adanya elemen lain yaitu:
·
Elemen kelakuan orang(een doen of een naiaten)
·
Elemen akibat,dirumuskan oleh undang-undang karena pembagian delict formil
dan materel.
·
Elemen pyschis,seperti elemen dengan maksud opzet dan nalatigheid .
·
Elemen obyektif yg menyertai keadaan delict.seperti elemen umum (in het
openbaar)
·
Syarat tambahan untuk dapat dipidananya perbuatan(bijkomende voorwaarde van staf
baarheid)seperti dalam pasal 164 dan165 disyaratkan apabila kejahatan terjadi.
·
Elemen melawan hukum(wederrechtelijkheid)sebagai elemen yang memegang
peranan penting,seperti dalam pasal 167 dan 406(D.H.Suringa 1986:50).
D.
Pompe memandang elemen staf baarheid adalah:
·
wederrechtelijkheeid(unsur melawan
hukum);
·
schuld(unsur kesalahan);
·
subsociale(unsur
bahaya/gangguan/merugikan).(pomp 1959:79).
Dasar teori subsocialiteit dari VRIJ itu tumbuh karena
adanya asas opportunieteit yaitu atas pertimbangan kemanfaatan didalam
kepentingan hukum akan lebih baik kalau jaksa tidak menuntut perkara,sehingga
perkara itu disimpan/dikesampingkan(deponeren)untuk tidak sampai diajukan
kemuka pengadilan.
Tentang elemen-elemen perumusan delict yang diterangkan
tersebut diatas,berdasarkan kepada pengertin dari pada stafbaarfiet yang diartikan dalam definisi
panjang/yang lebih mendalam atau definisi menurut teori sepeti yang diajarkan
oleh SIMONS dan kawan-kawan.
Apabila menurut pandangan yang
memandang delict sebagai straftbaar feit dalam arti definisi pendek/hukum
positif , maka elemen- elemenya cukup memisahkan dengan mengambil elemen yang
obyektif dari perincian menurut VOS maupun HAZEWINKEL SURINGA yaitu:
·
Elemen kelakuan (doon of nalaten)
·
Elemen akibat dari perbuatan menurutrumusan
delict
·
Elemen obyektif yang menyertai keadaan delict yang bersifat kwaliteit atau
yang memberatkan atau yang meringankan
·
Elemen melawan hukum
(wederrechtelijkheid)
Dari elemen yang obyektif dari
pada delict itu, teknis perumusan secara konkrit di dalam sesuatu pasal
peraturan di bedakan menjadi elemen yang slalu ada dan elemen yang tidak tetap
kadang kala baru di cantumkan menurut kebutuhanya. Yang sering di permasalahkan elemen –elemen
delict adalah tentang :
·
Elemen kelakuan (handeling of menselijke
gedraging)
·
Elemen akibat dari perbuatan (
veroorzaken van een gevolg)
·
Elemen melawan hukum (
wederrehtelijkheid)
Elemen kelakuan dalam
bentuknya baik berupa kelakuan dengan berbuat sesuatu maupun tidak berbuat
sesuatu yang seharusnya dilakukan , didalam ilmu pengetahuan hukum pidana
sering di sebut dengan kelakuan positif , dan kelakuan negatif.
Beberapa pembahasan yang
dilakukan VOS :
1) Menyebutkan
adanya suatu pengertiyan dari kelakuan sebagai gerakan otot yang di kehendaki
dan pengertiyan ini berarti tidak dapat dimasukan terhadap kelakuan negatip
jadi pengertiyan ini kurang lengkap.
2) Kelakuan
di artikan suatu kejadian yang di timbulkan oleh orang , yang nampak keluar ,
dan yang di tujukan kepada suatu tujuan yang menjadi obyek norma yang berlaku ,
dari pengertiyan ini pun kurang memuaskan.
3) Kelakuan
adalah sikap jasmani yang di sadari yang tidak termasuk gerakan jasmani karena
reflek.
Elemen akibat dari perbuatan/
kelakuan orang yang dalam ilmu pengetahuan hukum pidana di kenal dengan OORZAK dan GEVOLG , yaitu suatu hubungan
antar sebab dan akibat yang dapat menimbulkan kejadiyan yang di larang dan di ancam oleh undang-undang.
Hubungan antara sebab dan akibat itu dalam undang-undang harus di tentukan
apakah akibat yang terjadi di larang oleh undang-undang itu di sebabkan
oleh kelakuan orang yang melakukan
, sehingga harus terbukti bahwa
akibat itu di sebabkan kelakuan yang
bersangkutan atau kelakuan itu menyebabkan akibat yang bersangkutan .
Penentuan hubungan kausal ini
diperlukan terhadap delict yang dirumuskan secara materiel dan delict yang
dikwalisir dengan akibat.Adakalanya terhadap delct formil tertentu diperlukan
juga hubungan kausal yang menurut VOS mengkonstatir adanya delict.Teori
“conditio sine qua non” yang dikemukakan oleh VON BURI sarjana berkabangsaan
jerman, dengan karangannya”Ueber cacausalitat und deren verantwortung” di
leipzing 1873.Menurut teori ini,semua syarat yang menyebabkan akibat, dipandang
sebagai musabab yang oleh karena itu sebagai sebab dari pada akibat, semua
syarat dipandang sebagai musabab untuk terjadinya akibat, sehingga tidak
dibedakan mana syarat yang dapat menjadi musabab dan yang mana hanya merupakan
syarat belaka maka ajaran teori ini
terlalu luas dan karena menyamakan semua syarat untuk ajaran ini juga di sebut
teori equivaleatie. Perbuatan menempatkan pelayan tidur di dapur belakang kemudian teryata di gigit serangga berbisa
dan meninggal maka perbuatan menempatkan pelayan itu di dapur di anggap kausal
kematiyan. Teori conditio sine qua non
yang menyamakan antara syarat dan musabab , pada hakekatnya dapat menjadi dasar
ajaran kausal dengan membuat perbedaan pola berfikir. Di satu pihak mencari
syarat mana yang terpenting untuk terjadinya akibat dan di lain pihak
menghargai tiap – tiap syarat yang
secara umum dapat menimbulkan akibat , Kedua pola berfikir ini melahirkan
golongan teori yang mengindividualisasi ( mencari syarat yang terpenting) dan
yang menggeneralisasi
( menyamaratakan syarat ) .
Teori
yang mengindividualisasi atau di sebut individualiserende theorieen , menetukan
syarat mana menurut kenyataan , post factum yaitu setelah peristiwa terjadi,
syarat mana yang mempunyai pengaruh terbesar untuk terjadinya akibat :
·
Teori
MEIST WIRKSAME BEDIGUNG , Mengajarkan tentang faktor yang paling aktif
dan efektif. Teori ini timbul kesulitan apabila ada dua kuda menarik kereta ,
kuda manakah yang paling kuat menarik kereta yang bergerak itu.
·
Teori GLEICHGEWICHT , Yaitu musabab
adalah syarat yang mendorong ke arah timbulnya akibat ( positieve) jika di
bandingkan dengan syarat yang mencegah ( negatieve) dengan
perkataan lain dapat dikatakan bahwa syarat musabab jika syarat positip itu
menetukan di atas syarat yang negatif.
Teori”die art des werdens”ajaran KOHLER merupakan variasi
dari BIRKMEYER,yang bukan kwantitatief menurut sifatnya penting menimbulkan
akibat.
·
Teori yang menggeneralisasi atau disebut generaliserende
theorieen,pertimbangan secara anti factum yg mengambil pendirian pada saat
sebelum timbulnya akibat.
·
Teori adequate dari VON KRIES dalam
karangannya tentang uber den begriff der obyjektive
moglichkeit.Vierteljahrschrift fur wissenschaftliche philosophie xll 1888
sarjana filosoof-fosioloog jerman ini mengajarkan teori tentang musabah adalah
serentetan syarat yang pada
umumnya,menurut jalannya kejadian yang normal,dapat menimbulkan akibat.
·
Teori der adequaten Verursachung vom
Standpunkte objectivnachtraglitcher prognose dari REMULIN dalam karangannya
tentang Die Varwendung der causal begriffe im Straf und Civilrecht.”archive fur
die zivilistische praxis XC”1900 yang mengajarkan teori adequate atas peramalan
obyektif yaitu dengan mengingat keadaan-keadaan sesudahterjadi akibat (die
objectiv-nanchtragliche).
·
Teori adequate dari
TRAEGER dalam karangannya tentang der kausalbegriff im staf und zivilrecht.1904
yang mengajarkan teori seimbang musabah harus dicari dari syarat yang manakah
yang seimbang dengan akibat yang timbul.
·
Teori
“relevantie”dari MEZGER dalam karangannya tentang “Strafrecht”1931.mengajarkan
bahwa dalam menentukan hubungan causal tidak mengadakan perbedaan antara
musabab dan syara, melainkan dengan menafrumusan delict yg memuat akibat
dilarang itu coba dilarang menemukan yang manakah kiranya yang dimaksud pada waktu
undang-undang itu di buat.
Suatu
kesengajaan dapat terjadi karena salah paham atau kekeliruan yang disebut
dengan DWALING , diataranya adalah :
a.
Feitelijke dwaling
Jika
kekeliruan itu ternyata tidak ada kesengajaan yang ditujukan pada salah satu
unsur dari perbuatan pidana, maka perbuatan itu tidak dapat dipidana. Misalnya:
Seseorang mengira dengan membayar suatu barang sudah menjadi pemilik dari
barang tersebut.
b.
Rechtsdwaling
Melakukan
suatu perbuatan dengan perkiraan bahwa hal itu tidak dilarang oleh
undang-undang, Didalam Rechtsdwaling dapat dibedakan menjadi, kekeliruan yang
dapat dimengerti (vershoonbaredwaling).Misalnya: Orang irian barat yang biasa
hidup sebelum tahun 1962, masih telanjang bulat dan kebiasaan itu dilakukan
diwilayah lain maka perbuatan itu bisa dimengerti atau mendapatkan konsekuensi
sendiri.
c.
Eror in persona
Kekeliruan
mengenai orang yang menjadi tujuan dari perbuatan pidana. Misalnya: A hendak
membunuh B,oleh karena belum kenal terlalu dekat ternyata yang dibunuh itu
adalah C, maka perbuatan itu tidak dapat melepaskan dari tuntutan hukum pidana
karena kekeliruan.
d.
Error in objecto
Kekeliruan
yang menjadi obyek yang menjadi tujuan dari perbuatan pidana. Misalnya: A
melepaskan tembakan yang ditujukan kepada seekor rusa,akan tetapi tembakan itu
mengenai seseorang yang dikira rusa dan akhirnya orang tersebut meninggal,maka
orang tersebut dikenai perbuatan pidana yang lebih ringan.
e.
Aberratio ictus
Kekeliruan
karena aberratio ictus mempunyai corak lain dari error in persona karena
orangnya,akan tetapi karena macam-macam sebab perbuatannya menimbulkan akibat
yang berlainan dari pada yang dikehendaki, Misalnya: A hendak membunuh dengan melempar pisau
kepada B, akan tetapi tidak mengenainnya dan malah mengenai C yang berada
didekatnnya,dan C tersebut meninggal. Kepada A dapat dituntut hukum pidana
karena percobaan membunuh B dan juga karena kealpaanya yang menyebabkan matinya
orang lain.
Seperti
diketahui dalam KUHP dikenal beberapa macam istilah “sengaja” (opzet) sebagaimana dirumuskan pada tiap-tiap
pasal,beberapa istilah itu dapat dipandang sebagai kata lain atau sama artinya
dengan istilah sengaja,oleh karena MvT telah menetapkan kata sengaja adalah
sama artinya dengan istilah sengaja. Sebagai lawan adalah “dengan maksud untuk”
menurut pandangan dalam arti luas kecuali dengan nyata undang-undang menegaskan
untuk dalam arti sempit,seperti perubahan yang terjadi di Nederland atas dasar
wet 19 juli 1934 S. 405 yang untuk menjamin ketertiban umum terhadap penyiaran
dapat dipidana apabila sipembuat mengetahui atau mempunyai alasan untuk
menyangka (insyaf atau yang seharusnya insyaf) bahwa tulisan yang disiarkan itu
dapat dipidana serta sipembuat berbuat demikian untuk mencari keuntungan.
Dipihak lain berpendapat bahwa “dengan maksud untuk” diberikan arti makna yang
subyektif dari terdakwa apa yang sesungguhnya dikehendaki olehnya, yang
merupakan hubungan antara kehendak terdakwa dengan perbuatannya sebagai arah
apa yang dilakukan, dan yang menurut ilmu pengetahuan dinamakan “subtief
onrechtselemen” yaitu keadaan batin yang menentukan sifat melawan hukumnya.
§ GRASI
Dalam arti sempit berarti merupakan tindakan meniadakan hukuman yang telah diputuskan oleh hakim. Dengan kata lain, Presiden berhak untuk meniadakan hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim kepada seseorang.
Grasi ampun: Pengampunan wewenang dari kepala negara untuk memberi pengampunan terhadap hukum yangtelah dijatuhkan oleh hakim untuk memghapuskan salahnya,menggantijenis hukuman tambahan grasi oleh kepala negara dengan mempertimbangkan mahkamah agung.
§ AMNESTI
Merupakan suatu pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat dalam suatu tindak pidana untuk meniadakan suatu akibat hukum pidana yang timbul dari tindak pidana tersebut. Amnesti ini diberikan kepada orang-orang yang sudah ataupun yang belum dijatuhi hukuman, yang sudah ataupun yang belum diadakan pengusutan atau pemeriksaan terhadap tindak pidana tersebut. Amnesti agak berbeda dengan grasi, abolisi atau rehabilitasi karena amnesti ditujukan kepada orang banyak. Pemberian amnesti yang pernah diberikan oleh suatu negara diberikan terhadap delik yang bersifat politik seperti pemberontakan atau suatu pemogokan kaum buruh yang membawa akibat luas terhadap kepentingan negara.
§ ABOLISI
Merupakan suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara, dimana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap perkara tersebut. Seorang presiden memberikan abolisi dengan pertimbangan demi alasan umum mengingat perkara yang menyangkut para tersangka tersebut terkait dengan kepentingan negara yang tidak bisa dikorbankan oleh keputusan pengadilan.
§ REHABILITASI
Rehabilitasi merupakan
suatu tindakan Presiden dalam rangka mengembalikan hak seseorang yang telah
hilang karena suatu keputusan hakim yang ternyata dalam waktu berikutnya
terbukti bahwa kesalahan yang telah dilakukan seorang tersangka tidak seberapa
dibandingkan dengan perkiraan semula atau bahkan ia ternyata tidak bersalah
sama sekali. Fokus rehabilitasi ini terletak pada nilai kehormatan yang
diperoleh kembali dan hal ini tidak tergantung kepada Undang-undang tetapi pada
pandangan masyarakat sekitarnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar