SELAMAT DATANG DIBLOG ferlionbernata.blogspot.com

Jumat, Maret 23, 2012

Antara Kebijakan Pemerintah dengan Pembodohan BLT (bantuan langsung tunai)





Setelah sekian lama kita tidak mendengar tentang BLT bai dimedia elektronik maupun di media massa akan tetapi sekarang akibat dari kebijakan pemerintah yang telah mengambil suatu keputusan dengan alasan bahwa BLT sangat penting bagi masyarakat miskin apa sich sebenarnya BLT adalah singkatan dari Bantuan Langsung Tunai, merupakan suatu program dari pemerintah yang bertujuan untuk mengangkat perekonomian rakyat kurang mampu (tidak enak kalau menggunakan kata miskin) dan lebih membutuhkan dengan alasan bahwa untuk mensejahterahkan masyarakat, kebijakan pemerintah sangatlah tidak rasional dengan banyaknya masyaraakt yang kurang mampu mengalami busung lapar di berbagai daerah seperti dibagian wilayah timur banyak masyarakat yang tidak mendapatkan BLT yang dijanjikan oleh pemerintah kepada masyarakat pada jilid I (satu).
Setelah apa yang diperdebatkan  antara kebijakan dengan pembodohan terhadap BLT Kepada masyarakat di dewan perwakilan rakyat itu sangatlah tidak baik karena sering di identifikasi dengan kekuasaan terhadap kepentingan para elit politik baik itu mulai dari pencitraan nama baik individu maupun nama kelompok mengatas namakan rakyat, sebab dengan pertentangan ini banyak hal yang itu seharusnya tidak perlu diselesaikan secara panjang karena akan menyebabkan pemikiran masyarakat bahwa mereka Cuma sebagai korban dan alat dari sebuah kebijakan yang diambil pemerintah dengan alasan bahwa perekonomian APBN sangat melemah dan melemahnya juga perekonomian dieropa-eropa.
Lalu, sampai kapan pemerintah akan melakukan BLT? Kalau memang status mereka menjadi tidak miskin ditentukan oleh BLT yang diterimanya, maka ketika tidak ada lagi program BLT (seperti yang baru saja diumumkan oleh pemerintah), maka mereka akan segera jatuh ke kelompok miskin, dan akan menambah angka kemiskinan nasional. Logikanya kalau BLT tetap diterapkan pada zaman sekarang maka akan meningkatkan dan akan banyak orang miskin yang berada di Negara Indonesia.
BLT juga selalu diberikan kepada orang yang sama. Karena BPS menggunakan beberapa indikator dalam penentuan penerima BLT, maka hanya beberapa orang di desa yang mendapatkannya. Dan untuk penerimaan berikutnya, sampai berulang-ulang kali, penerimanya masih orang yang sama, yaitu mereka yang terdaftar di BPS. Padahal, masih banyak masyarakat yang pendapatannya sedikit diatas penerima BLT, tetapi mereka tidak pernah mendapatkannya, Misalnya, si A hanya memiliki pendapatan Rp. 100.000 per bulan, rumah dari bambu, berlantai tanah dll, sehingga dia dimasukkan dalam kelompok penerima BLT. Sedangkan si B tetangganya, dengan kondisi yang hampir sama, tetapi memiliki penghasilan Rp. 190.000 per bulan. Karena alasan pendapatan diatas garis kemiskinan, maka dia tidak didaftar sebagai penerima BLT. Untuk satu atau dua kali pemberian BLT, mungkin si B bisa menerima. Tetapi, melihat si A yang menerima BLT berkali-kali dan tidak ada perubahan di hidupnya, maka tentunya si B merasa cemburu, karena senyatanya dia hanya berbeda sedikit dengan si A. Bahkan, dengan dana BLT, si A memiliki penghasilan yang lebih tinggi (Rp. 200.000) dari pada si B. Maka Kecemburuan social ini, banyak dirasakan masyarakat desa.
Banyak perangkat desa yang mengalami masalah dan keluhan atas penerimaan BLT di desanya, memilih untuk menjalankan program padat karya dari pada BLT. Menurut mereka, padat karya lebih jelas hasilnya (berupa bangunan fisik atau sarana umum) dan ada penerimaan dari masyarakat, karena hanya mereka yang bekerja yang akan mendapatkan upah. Pilihan ini masuk akal, karena bagi perangkat desa, konflik yang ditimbulkan dari pelaksanaan padat karya akan relative jauh lebih kecil.
Sekalipun begitu, tentunya pemilihan orang yang melakukan padat karya juga menjadi isu penting. Karena tidak semua warga bisa kerja, misalnya janda tua yang miskin. Tentunya, dia tidak bisa ikut padat karya, tetapi yang jelas dia membutuhkan bantuan. Disini, terlihat bahwa program padat karya tidak bisa memenuhi kebutuhan janda tua miskin tersebut dan sebab itu maka dibuat suatu pelatihan-pelatihan seperti karya dalam hal membuat kerajinan tangan yang dapat dimanfaat dari alam sekitar untuk melakukan suatu kerajinan tangan agar bermanfaat bagi mereka.
                       Oleh karena itu kebijakan pemerintah sangatlah tidak boleh dilakukan dengan menerapkan bahwa BLT bisa mensejahterahkan rakyat, ada baiknya bahwa BLT itu dialihkan dengan memberi modal kepada masyarakat yang kurang mampu untuk melakukan suatu usaha yang akan dijalankan serta dilakukannya juga pengawasan yang diberikan oleh pemerintah terhadap masyarakat, dimana masyarakat kalau tidak dilakukan pengawasan terhadap modal usaha maka masyarakat yang kurang pengetahuan terhadap suatu usaha maka akan sia-sia kalau pemerintah daerah atau kelurahan tidak melakukan control terhadap masyarakat yang menjalankan suatu usaha yang mereka jalankan.







Pen
Pen
P

Tidak ada komentar:

Entri Populer